“Apapun alasan yang ada, saya
memang senang menulis dan saya akan memenuhi keinginan saya untuk tetap
menulis. Jika apa yang saya tulis adalah sesuatu yang benar maka
alhamdulillah, tetapi jika tidak maka astaghfirullah. Aku yakin,
kalaupun tulisan ini tidak bermanfaat, insya Allah, tetap tidak akan
membawa mudharat. Namun kebaikanlah yang saya inginkan dan Allah sajalah
yang dapat memberi taufiq”. (Hasan Al-Banna)
Kutipan itu
merupakan sebuah ungkapan dari seorang mujahid dakwah yang insya Allah
dirahmati Allah SWT, dan mungkin semua penulis-penulis yang ada pun akan
mengatakan hal yang sama saat mereka menulis. Baik penulis yang sudah
handal maupun amatiran seperti saya yang mencoba untuk belajar menulis.
Semoga Allah senantiasa merahmati setiap langkah para penulis yang telah
menggerakkan jari jemarinya, menguras energi pikirannya dalam rangka
memberikan sumbangsihnya untuk perkembangan bangsa, negara dan umat.
Kesalahan
utama saya dalam menuliskan tulisan ini ialah kesediaan menuliskannya,
walaupun mungkin untuk sebagian (kecil/besar) para pembaca menganggap
hal ini sangat biasa dan sederhana. Semoga kesederhanaan ini melahirkan
keistimewaan untuk siapa pun yang membaca.
Sahabat, sejarah
mencatat banyak kejadian besar, yang kemudian kini sejarah itu abadi
bersama ruh juang para penyeru kebaikan di seluruh pelosok negeri, yang
menjadi pesona bagi mereka yang menghayatinya dan Menjadi rahasia atas
kemenangan-kemenangan besar.
Sepenggal kisah, Saat Rasulullah
bertanya kepada Abu bakar ashidiq “lantas harta apakah yang kamu
tinggalkan untuk anak-anakmu?” “Aku tinggalkan Allah dan rasul-Nya untuk
mereka”.
Bagaimana tidak! jiwa kita tergugah dan terharu saat
kita mengetahui bahwa jiwa para pahlawan yang amat begitu cinta kepada
dakwah ini, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ada sebuah cerita
saat itu, saat Abu bakar dipukuli oleh Utbah bin rabi’ah dan orang–orang
Quraisy hingga pingsan, dan saat abu bakar terbangun siuman beliau
mengatakan “bagaimana keadaan Rasulullah? demi Allah, Aku tidak akan
mencicipi makanan dan minuman, sampai melihat Rasulullah SAW”.
Bahkan
saat Umar bin Khattab belum menjadi seorang muslim, ia sangat tidak
sukanya kepada Islam dan Rasulullah SAW. Akan tetapi saat hidayah
menyentuh hati sang Umar, kebencian itu merubah semua lapisan jiwa sang
Umar. Hingga ia pun menjadikan dirinya rela mengorbankan segala
sesuatunya untuk tegaknya Al Islam. Menjadi perisai terdepan dalam
melindungi Rasulullah dari ancaman orang-orang kafir.
Begitu pun
kisah-kisah lainnya yang menjadi pelajaran bagi kita semua, deretan
massa yang menjadi bukti nyata perjuangan para sahabat. Bahwa inilah
jalan yang penuh cahaya itu, jalan cinta para pejuang, jalan yang
menjadi rahasia sukses para sahabat, Jalan yang menghubungkan antara
khazanah dunia dengan khazanah akhirat yang telah Allah tunjukkan kepada
kita semua.
“Kamu adalah umat terbaik yang ditampilkan bagi manusia”. (QS. Al Imran 110)
Gelar
itu (baca umat terbaik) sangat tinggi untuk mimpi-mimpi yang rendah,
umat ini terlalu besar untuk cita-cita yang kecil. Sudah sangat banyak
nikmat yang kita nikmati yang Allah berikan kepada kita. Bahkan kita
tidak bisa menghitung berapa banyak nikmat-nikmat itu. Lantas apa yang
kurang untuk kita?? Semua sudah kita dapatkan dengan begitu gratis.
Mari
manfaatkan nikmat yang telah Allah berikan ini, memanfaatkan batas masa
kerja kita untuk melanjutkan misi ketuhanan, misi kebaikan, misi yang
akan menghantarkan kepada kemuliaan, menghantarkan menuju surgaNya,
jalan juang yang akan mempertemukan kita dengan Allah SWT, Rasulullah
dan para syuhada kelak.
Mudah-mudahan kedekatan fisik dalam
melanjutkan risalah perjuangan Islam, melahirkan kedekatan maknawi yang
kuat, yang akan membawa kita kepada persatuan yang kuat pula, di atas
kebajikan dan ketaqwaan dengan menolong dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Wallahu’alam.